BBJ GELAR PERDAGANGAN BATUBARA MULAI 25 JUNI

Kontan 5 Juni 2014, JAKARTA. Tak lama lagi pembentukan harga batubara bisa dilakukan di pasar dalam negeri. Saat ini Bursa Berjangka ...




Kontan 5 Juni 2014, JAKARTA. Tak lama lagi pembentukan harga batubara bisa dilakukan di pasar dalam negeri. Saat ini Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) telah menyiapkan mekanisme perdagangan berjangka batubara. Tak hanya itu, BBJ juga telah menggandeng pelabuhan yang bakal menjadi pintu keluar transaksi perdagangan ekspor batubara di BBJ. Kedua pelabuhan tersebut dikelola oleh PT Bukit Asam Tbk, yang berlokasi di Tarahan, Bandar Lampung dan Palembang, Sumatera Selatan. Direktur Utama BBJ Bihar Sakti Wibowo menjelaskan, lokasi pelabuhan tempat pelepasan batubara untuk ekspor tergantung dengan lokasi milik anggota bursa. "Sekarang ini, karena anggota kami baru satu perusahaan, yaitu PTBA, maka pelabuhan yang siap dipakai ada di Lampung dan Sumatera Selatan," ujar dia ke KONTAN, Rabu (4/6). Semula BBJ berencana menggelar transaksi perdana perdagangan fisik batubara di bursa berjangka pada akhir Mei 2014. Namun, lantaran kebijakan ini bersifat lintas sektoral seperti dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maka pelaksanaan perdagangan perdana baru dijadwalkan pada 25 Juni mendatang. Sekarang ini, perusahaa perdagangan batubara yang terdaftar di BBJ berjumlah 14 perusahaan. Perinciannya, satu perusahaan merupakan produsen atawa penjual yaitu PT Bukit Asam Tbk, dan 13 perusahaan lainnya merupakan pembeli alias buyer yang sebagian besarnya merupakan perusahaan asing, seperti dari China dan Jepang. Bihar bilang, pihaknya masih berupaya untuk merekrut penambang lokal sebagai anggota baru. BBJ menargetkan jumlah anggota yang bergabung sekitar 10 perusahaan sebagai penjual dan 20 perusahaan sebagai buyer hingga akhir tahun 2014 nanti. Pihaknya juga menargetkan penjualan 10 juta ton pada perdagangan di BBJ ini. Menurut Bihar, harga jual batubara di BBJ akan berkembang menurut harga penawaran dari pihak penjual maupun pembeli. "Kami tidak mengikuti harga batubara acuan (HBA) yang ditetapkan ESDM, tergantung dengan demand dan supply," imbuh Bihar.Dia menambahkan, apabila terdapat selisih kewajiban royalti dari harga jual di BBJ karena tidak mengikuti patokan dari pemerintah, maka hal tersebut akan menjadi tanggung jawab penjual alias produsen batubara. Dengan begitu, negara tidak akan dirugikan meskipun harga jual di bawah HBA. Perdagangan batubara di BBJ ini diharapkan bisa membentuk harga batubara di dalam negeri. Sebab selama ini meskipun Indonesia dikenal sebagai produsen batubara terbesar ketiga di dunia, harga acuan batubara selama ini mengacu pada harga di pelabuhan Newcastle Inggris. Kebijakan ini, diharapkan bisa mengontrol harga di batubara di pasar global, seperti halnya kebijakan untuk memperdagangkan timah hanya di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) yang efektif mengerek harga timah.





Related

UU MINERBA, CEPAT DAN TEGAS BOSS

9 Januari 2013. Jakarta, Tambangnews.com.- Keputusan final Pemerintah untuk menjalankan amanat UU Minerba nomor 4 tahun 2009 seperti yang disepakati bersama Komisi VII DPR RI, 5 Desember 20...

INILAH KELOMPOK NEGARA PEREKONOMIAN BARU

Indonesia masuk dalam kelompok negara perekonomian baru bersama Meksiko, Nigeria dan Turki, ini menurut pakar ekonomi Jim O'Neill  dan dinamakan MINT Sumber : BBC Ind...

UU MINERBA MENURUT YUSRIL

7 Januari 2014.Tambangnews.com. - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menilai jika Undang-undang Mineral dan Batubara (Minerba) No.4/2009 yang diterapkan pemerintah per 12 Januari 201...

Powered by Investing.com

TELEGRAM SAHAMPEMENANG

SAHAMPEMENANG PREMIUM

terpopulerTerbaruAcak

Terbaru

CATATAN SAHAM PEMENANG

15) PENDAKIAN        untuk panenrayabersama dengan segala keserhanaan kita terus mendaki untuk sebuah harapan panenrayabersama jelang liburan, bursa kita justru pancark...

CATATAN SAHAM PEMENANG

17) PANENRAYABERSAMA        jadikan harapan itu nyata pasar saham sangatlah menarik. perbendaharaan analisis yang tidak membosannya. sulit dipahami dengan teori2 baku an...

CATATAN SAHAM PEMENANG

 16) DI UJUNG PERJALANAN        kesabaran menjadi pemenang mengawal saham ibarat sebuah perjalanan. berangkatlah lebih awal, jangan ugal2an diperjalanan, dan bersab...

CATATAN SAHAM PEMENANG

24) KOREKSI BERLEBIHAN        peluang nabung saham pasar kita tertekan meningkatnya tensi psycho war us-china, kontraksi pmi manufaktur efek banyak hari libur, berita co...

CATATAN SAHAM PEMENANG

15) BEI        ladang subur ladang bei sangatlah subur. mengolahnya dan mengupayakan panenrayabersama perlu mental tempur, perjuangan, harapan, kebersamaan, dan idealism...

CATATAN SAHAM PEMENANG

21) PSIKOLOGI PASAR        indentik psikologi masa kita bukan beli saham, tetapi bisnisnya. jika kita menyadari hal ini, kita akan tetap tenang dan jernih menyaksikan a...

CATATAN SAHAM PEMENANG

20) MENGALIRLAH, sampai jauh sungai yang mengalir itu jernih dan sumber mata airnya tidak pernah kering. teruslah mengalir sampai jauh hari ini bursa berkonsolidasi setelah kemaren bull kencang samb...

TELEGRAM SAHAM PEMENANG

free. sahabat pemenang bisa dapatkan rekomendasi, edukasi, dan inspirasi dengan paradigma pemenang. hanya dengan bergabung di telegram t.me/sahampemenangSAHAMPEMENANG FOKUS PADA CHANNEL TELEGRAM&...

Acak

DOW JONES + 1,24%

INDEKS BURSA DOW JONES + 1,24% 

USD DI HADANG STRONG RESIST

US DOLLAR kalau dibiarkan terlalu PERKASA akan menyulitan JONES itu sendiri. Mereka [US] akan MENJAGA supaya US DOLLAR tidak terlalu STRONG, dan ini akan MERINGANKAN beban RUPIAH.

IDR 2012 = 9100-9300

Jakarta, detik 310512 - Bank Indonesia (BI) optimistis bisa menggiring nilai dolar AS kembali ke level Rp 9.450. Hari ini, dolar AS sempat menembus level Rp 9.600. "Siang ini kurs dolar di Rp 9.550 ...

6 BUMN FORBES GLOBAL 2000

Jakarta Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menggelar syukuran atas suksesnya enam perusahaan pelat merah masuk dalam Forbes Global 2000. Kinerja mereka sebagai perusahaan...

panenrayabersama

Ekonomi - VoA

Liputan Ekonomi VOA

item