KETIKA INDONESIA DILANDA PESIMISME

KOMPAS.com  11 Mei 2015- Indonesia dilanda pesimisme. Duh ini berbahaya sekali. Pesimisme adalah gejala “merasa susah” tanpa dibaren...





KOMPAS.com
 11 Mei 2015- Indonesia dilanda pesimisme. Duh ini berbahaya sekali. Pesimisme adalah gejala “merasa susah” tanpa dibarengi kemampuan melihat fakta-fakta kemajuan (yang meski ada selalu dipertanyakan kebenarannya). Dalam era social media, pesimisme amat cepat menular. Ia bisa menjadikan suatu bangsa kalah, karena mereka memilih bertengkar, tak sabaran menunggurebound.
Seorang pengusaha sawit merespons begini:  Sewaktu harga TBS (tandan buah segar) Rp 95/kilogram, biaya pokok kami Rp 2 juta-Rp 4 juta per bulan dan perusahaan kami sudah untung. Sekarang harga TBS sudah di atas Rp 1.000 per Kg dan biaya pokok sudah bisa dibuat di bawah Rp 1 juta. Tapi entah kenapa teman-teman pengusaha sawit bilang dewasa ini mereka rugi.
Entah mengapa, juga  banyak yang merasa bangsanya menjadi yang paling susah, seakan-akan akan terisolasi. Perasaan susah itu seakan masih bisa sendirian. Padahal ini era borderlessfree flowinterconnectedcomplex relationship. Semua saling mempengaruhi. Satu bangsa susah yang lain jadi ikut terganggu karena kita sudah saling bergantung satu sama lain.
Lalu kalau yang lain ikut susah, kita cuma melihat bahwa mereka masih lebih baik dari kita. Padahal di sana, perilaku yang sama juga terjadi saat mereka melihat kita di sini.
Lantas teman-teman saya mengajurkan langkah berhemat, tunda belanja, tunda investasi. Duh, makin ngeri saja. Kalau semua saran itu dituruti, ekonomi kita bisa makin sulit, tertekan. Bahkan iseng-iseng copas berita negatif saja bisa merugikan diri sendiri. Indonesia bisa dilanda depresi, lalu benar-benar stagnasi.
Tapi syukurlah selalu saja ada orang-orang yang berpikir sebaliknya. Tak percaya dengan situasi itu, mereka justru mengambil langkah investasi besar-besaran. Nah begitu proyeknya selesai, pesaing-pesaingnya masih tertidur, maka cuma dialah yang berjaya.

Susahnya di mana?
Inilah awal dari segala kesulitan itu. Diberitakan penjualan beragam komoditas kuartal pertama 2015 mengalami penurunan: semen turun 3,3 persen, mobil 15 persen, motor 19
persen, properti bahkan turun 50 persen, dan nilai ekspor turun 11,67 persen.
Setelah itu satu persatu perusahaan publik melaporkan penurunan pendapatan bersihnya. Adhi Karya turun 34,5 persen, Agung Podomoro Land 65 persen, Astra International  15,64 persen, Bank Danamon 21,47 persen, Holcim bahkan merosot  sebesar 89,78 persen. Dan masih banyak lagi.
Setelah itu, peluru bertubi-tubi diarahkan ke pemerintah yang sudah mengalihkan subsidi BBM. Harga-harga sudah kadung naik, buruh terus menuntut kenaikan upah secara progresif, sementara kurs rupiah tiba-tiba jeblok karena langkah besar Amerika, dan koordinasi antar lembaga belum terlihat solid.
Beras dan gula mulai banyak dijadikan permainan mafioso, apalagi setelah presiden mengumumkan agar jangan lagi impor. Belum lagi pupuk yang harusnya bisa digunakan untuk memicu produktivitas sektor pertanian. Subsidinya  masih menjadi permainan para elit.
Dan puncaknya, terjadilah harga-harga saham merosot. IHSG turun 6.4 persen dalam sepekan. Rekan-rekan saya menambahkan dalam daftar jokes. Yang naik adalah penjualan Narkoba (katanya naik 28 persen, cuma bagaimana menghitungnya ya?), miras (naik 63 persen), bisnis prostitusi (naik 200 persen), dan batu akik (katanya ini bisa naik 300 persen).
Pantaslah tarif kencan AA konon bisa mencapai Rp 80 juta-Rp 200 juta. Dan pantas pula Gubernur DKI mengancam akan memperkarakan warganya yang membongkar trotoar bila  mengambil batu-batu kali yang diduga batu akik. Ada-ada saja gurauan ini ya.
Tetapi pesimisme semua itu akhirnya secara ilmiah terbaca dalam sebuah indeks, yaitu Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang diukur oleh badan-badan resmi. Meski bukan menggambarkan kenyataan yang sebenarnya, indeks ini sejatinya mengukur persepsi konsumen yang menggambarkan apakah mereka mau melakukan pembelian terhadap barang-barang yang dapat ditunda. Secara hipotetis, semakin pesimis manusia semakin menunda.
Bank Indonesia misalnya, beberapa hari lalu mengumumkan IKK dalam sebulan terakhir yang merosot 9,5 poin. Ini angka kemerosotan yang lumayan merepotkan bagi pemerintahan Jokowi-JK tentunya.
Apalagi kalau kita lihat, proses penurunan itu sudah terjadi terjadi sejak awal tahun. Dari sekitar 120,2 (Januari 2015) menjadi 116,9 ( Maret ), lalu turun lagi menjadi 107,4 (April 2015) angkanya memang masih di atas 100. Ternyata optimisme masih ada.
Tetapi nyali ekonomi bangsa kita mulai menciut. Kalau turunnya lebih tajam lagi, maka saya khawatir akan semakin banyak pesan-pesan negatif yang tidak sehat yang beredar luas dimasyarakat yang “merasa susah” meski hidup sebenarnya belum tentu susah-susah amat. Lagi pula apa salahnya berhenti belanja yang tak perlu-perlu amat dalam waktu sesaat? 
Pesimisme itu seperti virus. Perasaan susah apa tidak semua tergantung pada tekanan psikologis dari luar yang bisa  ditiupkan banyak pihak. Ini membuat orang-orang yang mudah digoyahkan merasa benar-benar susah, meski ia masih tetap kaya.
Apartemennya ada banyak, anak-anaknya sehat, penjualan usahanya masih berputar, tetapi mereka tidak siap menerima berita kesusahan. Itulah realita ekonomi abad ini, abad komersial dan materialisme di mana orang merasa susah kala tak bisa menangguk untung lebih besar.

Di sana juga susah
Perasaan susah itu ternyata beredar luas. Di berbagai grup dalam media sosial yang saya ikuti, selalu saja ada orang-orang yang mudah terganggu dengan berita negatif itu. Lalu semua mulai mengaitkan dengan kehidupannya. 
Tetapi kalau ditunjukkan fakta-fakta lain dan ancaman depresi dari penyebaran berita negatif itu, sebagian dari mereka pun masih bisa diajak berpikir jernih.
Maka, meski jalan tol tetap macet, mereka mengaku harga BBM sangat memberatkan. Toh jalan raya keluar kota tetap penuh. Tiket kereta api untuk mudik lebaran begitu cepat habis diborong masyarakat. Pulsa telepon tetap laku. Telkomsel mengklaim mengalami kenaikan pendapatan sebesar 31,1 persen per kuartal I-2015).
Harga kebanyakan properti di kawasan metropolitan terlihat masih tetap naik, tetapi di berbagai group WA para pemilik properti merasa hidup mereka terganggu. Pertikaian antara pemilik unit dan pengembang mulai meruncing dengan sejumlah alasan termasuk kekhawatiran harga unit propertinya bakal terganggu.
Dengan cepat “rasa susah” itu menyebar luas. Seakan-akan kita sedang menuju resesi dan seakan-akan pemerintah ini mudah gagal. Bahkan ada yang mengolok-olok orang lain sebagai “salah pilih” pemimpin.
Benar, bahwa PR yang harus dikerjakan pemerintah masih banyak. Koordinasi belum bekerja dengan baik. Konsistensi masih diperlukan. Beberapa menteri mungkin belum menunjukkan “kinerja” terbaiknya. Mungkin karena merasa kedudukannya telah dijamin oleh partai politik pendukungnya.
Tetapi data berikut ini juga perlu kita renungkan. Ini saya dapatkan dari The Nielsen Global tentang penurunan volume bisnis eceran. Menurut Nielsen penurunan itu sudah terjadi di Asia Pasifik sejak 2013. Dari pertumbuhan sekitar 6-7 persen pada 2012, tiba-tiba pertumbuhan volume retail di kawasan tersebut menjadi 2,7 persen pada kuartal I-2013, hingga hanya 0,3 persen pada kuartal III-2014.
Suasana terburuk justru terjadi di luar negeri. Di Australia, kuartal ke IV-2014 bahkan growth-nya minus 1,1 persen. Jepang lebih buruk lagi yang awal tahun lalu, pertumbuhan ekonominya minus 3,2 persen. China dan India rata-rata mengalami penurunan serupa. Korea bahkan lebih buruk, negatifnya sekitar 3-4 persen.
Di antara negara tetangga, hanya Filipina yang volume bisnisnya masih bagus. Retailnya tumbuh diatas 5 persen akhir tahun lalu. Singapura saja memburuk dan pelanggan-pelanggannya mulai membeli merek-merek yang lebih murah. Wajarlah bila investasi dalam pembangunan pusat-pusat belanja di Asia-Pasifik berhenti .
Ketika disurvei, hampir semua konsumen di Asia mengkhawatirkan kenaikan harga BBM dan voltilitas ekonomi global. Bahkan presiden terbaik pun bisa saja gagal mengendalikan gejolak ekonomi global dalam perekonomian di negaranya. Volatility, uncertainty, complexity dan ambuguity.

Berhenti atau Berhemat?
Jadi harusnya Indonesia bisa lebih bersyukur bahwa kita masih diberi kenikmatan yang tak buruk-buruk amat. Meski mengabaikan fakta-fakta kinerja yang buruk dalam waktu yang singkat, sangatlah tidak bijaksana, saya kira pesimisme bukanlah pilihan sikap usahawan dan profesional yang tepat.
Justru sebaliknya, kita harus cerdas mengambil peluang dari perubahan besar-besaran yang tengah terjadi di Asia-Pasifik, maupun dari kerja keras dari presiden baru. Apa saja? Pertama, properti untuk kalangan rakyat bawah. Ini adalah pasar besar yang udah pasti akan sangat besar peluangnya. Betul margin-nya tipis. Tapi kalau volume-nya besar, sudah pasti anda akan untung jugakan.
Kedua, bisnis dari proyek-proyek infrastruktur yang baru akan bergerak banyak akhir tahun ini. Semen, bahan bangunan, alat-alat berat , semua akan akan berpindah dari sektor pertambangan ke infrastruktur.
Ketiga, pendidikan keterampilan. MEA sudah pasti memberikanopportunity pada tenaga-tenaga terampil nonsarjana, apalagi bila dilengkapi dengan kemampuan IT, etos kerja positif dan bahasa Inggris.
Keempat, alternatif pembiayaan selain perbankan. Denganfinancial deepening yang dangkal, biaya investasi di sini menjadi mahal. Padahal menurut Gubernur BI, pengusaha Indonesia dikenal gemar berhutang. Tentu saja ini tak akan terjadi kalau pilihan pembiayaannya tak terbatas pada sektor perbankan saja. Maka dibutuhkan banyak alternatif pembiayaan baru, termasuk keuangan syariah dengan akad-akad yang lebih kreatif dan memenuhi hajat pengusaha.
Rasanya masih banyak kesempatan yang terbuka lebar. Apalagi pemerintahnya berkomitmen mempercepat pembangunan infrastruktur, membuat ekonomi lebih seimbang antara barat-timur, transportasi laut, dan tentu saja birokrasi yang lebih agile.
Susah, sudah pasti ada hikmahnya. Kita juga perlu sedikit jeda untuk merenungi hidup kita dalam menghadapi ralita baru. Pemerintah ini memang perlu terus dilecut agar tidak lupa bekerja lebih keras lagi. Tetapi kreativitas di pemerintahan dan kalangan usahawan perlu terus dibangun. 
Berhenti investasi? Janganlah, itu malah berbahaya bagi kita semua. Pengangguran harus dikurangi, pemerintah harus lebih aktif memberi perangsang ekonomi. Jalan saja terus, siapa cepat dia dapat. Siapa yang benar-benar mampu menjawab kebutuhan pasar, dialah yang akan didekati konsumen. Ayo kita buktikan.


Prof. Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pria bergelar PhD dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model dari social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Terakhir, buku yang ditulis berjudul Self Driving: Merubah Mental Passengers Menjadi Drivers.

Related

PROYEK INFRASTRUKTUR MP3EI

Jakarta -Kementerian Perekonomian menggelar acara diskusi Refleksi Tiga Tahun Pelaksanaan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pada 3-5 September 2014. Dalam aca...

DANA PENSIUN PERTAMINA PARKIR DI SAHAM BUMN INI

Tidak hanya asing yang sudah 1.5 tahun terus borong saham ELSA, ternyata Dana Pensiun Pertamina juga di PARKIR di saham anak perusahaan PERTAMINA ini. BBM satu arah s...

BBJ GELAR PERDAGANGAN BATUBARA MULAI 25 JUNI

Kontan 5 Juni 2014, JAKARTA. Tak lama lagi pembentukan harga batubara bisa dilakukan di pasar dalam negeri. Saat ini Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) telah menyiapkan mekanisme perdagangan berjang...

Powered by Investing.com

TELEGRAM SAHAMPEMENANG

SAHAMPEMENANG PREMIUM

terpopulerTerbaruAcak

Terbaru

CATATAN SAHAM PEMENANG

18) CULTIVATING HOPE        in uncertain times harapan pemimpin level satu melihat dengan kasat mata. pemimpin level dua melihat dari sudut analisis. pemimpin level tiga...

CATATAN SAHAM PEMENANG

9) PEMBELAJAR      dan pemberbagi perkataan gerald appel sang penemu indikator macd yang menginspirasi banyak orang : saya tidak kehilangan sesuatu apapun dengan terus membagikan ...

CATATAN SAHAM PEMENANG

31)  WARREN BUFFETT         fundamental dan kesabaran jurus investasi saham buffett begitu sederhana, mengapa para  pelaku pasar tidak copy paste saj...

TELEGRAM SAHAM PEMENANG

free. sahabat pemenang bisa dapatkan rekomendasi, edukasi, dan inspirasi dengan paradigma pemenang. hanya dengan bergabung di telegram t.me/sahampemenangSAHAMPEMENANG FOKUS PADA CHANNEL TELEGRAM&...

CATATAN SAHAM PEMENANG

15) PROFIT FROM THE PANIC        fokus pada peluang dari pagi pasar global merah meriah dipicu tensi tinggi geopolitik d timteng kita fokus pada peluang bukan latah pan...

CATATAN SAHAM PEMENANG

19) PSIKOLOGI        jangkarnya para investor pasar cendrung konsolidasi jelang besok akhir pekan. syukurlah kinerja porto kita cukup baik. elsa dan brms sesuai harapan...

CATATAN SAHAM PEMENANG

29) PASAR KEHIDUPAN        kakayaan pustaka alam pasar tidak mempunyai keharusan tunduk pada pola teknikal secanggih apapun. pasar yang membentuk pola teknikal bukan seb...

CATATAN SAHAM PEMENANG

19) FINDING THE NEXT STARBUCKS        berburu superbagger syukurlah sahabat pemenang, kita sambut pasca liburan dengan panenrayabersama saham bintang (bagger) adalah sa...

Acak

SAHAM JSMR, PADAT MERAYAP MENOLAK PENUMPANG

ARSIP POSTING SAHAM JSMR CHART SAHAM JSMR SAAT INI Saham JSMR adalah saham jalan tol milik NEGARA yang terus membangun, hal ini memposisikan saham JSMR sebagai saham defensif dengan level...

BERSUKACITALAH .. !

SETIAP DETIK KEHIDUPAN ADALAH AJAIB, RAYAKANLAH 

USD MUNDUR, SAATNYA SEKTOR KOMODITAS MAJU

Malam ini (s/d saat posting)  USD index mulai MUNDUR,  harapan besar untuk sektor KOMODITAS gantian MAJU, smoga !

KOMUNITAS TERUS MENDULANG PROFIT

Komunitas InvestorPemenang terus mendulang profit  dengan konsep diaspora sektoral dan pemilihan saham-saham berkualitas 

SAHAM PTBA, WAVE N PROGRESSIVE

Rekomendasi saham pemenang 7 Maret 13 : Saatnya ikut menambang di saham PTBA sebelum  bara itu terlanjur panas. Saham batubara milik NEGARA ini mencoba pola WNP

+ 53,8% dan + 40,8%

Dua saham top performa rekomendasi di komunitas investorpemenang. Masing-masing telah mendulang profit 53,8% dan 40,8% (panah biru)

SAHAM TINS, RESIKO MULAI TERPAGAR

Rekomendasi sahampemenang 6 Maret 13 :  Saatnya akumulasi saham timah milik NEGARA ini. Resiko di saham TINS sdh mulai terbatas. Psycho support 1400 cukup STRONG untuk menjaga saham TINS ...

panenrayabersama

Ekonomi - VoA

Liputan Ekonomi VOA

item