POTENSI FULUS REPATRIASI MENCAPAI RP 500 TRILIUN

    Pemerintah memiliki peluang untuk menghimpun dana repatriasi terkait program pengampunan pajak ( tax amnesty ) hingga Rp 500 tr...

  


 Pemerintah memiliki peluang untuk menghimpun dana repatriasi terkait program pengampunan pajak (tax amnesty) hingga Rp 500 triliun, sampai program ini berakhir pada 31 Maret 2017. Dari target yang ditetapkan sebesar Rp 1.000 triliun, realisasi repatriasi dana sampai Kamis (13/10) tercatat baru Rp 143 triliun dengan kontribusi wajib pajak (WP) besar sekitar Rp 31 triliun.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, separuh target dana repatriasi itu bisa diraih jika pemerintah fokus pada tiga tipologi wajib pajak (WP).

Pertama, WP yang masih menunggu revisi aturan soal perusahaan cangkang (special purpose vehicle/SVP) pada periode pertama lalu. Kemudian WP yang memiliki aset surat berharga setara kas dan belum jatuh tempo.

Ketiga, lanjut dia, kelompok WP yang berharap dana repatriasi bisa dipakai perusahaannya sendiri tanpa harus menyetor modal, misalnya WP yang sudah menggarap proyek mikro hidro. Terhadap tiga tipologi WP ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bisa melakukan pendekatan-pendekatan yang berbeda.

“Perlakukan mereka selayaknya investor, manfaatkan PTSP (pelayanan terpadu satu pintu) di-package dengan fasilitas tax allowance dan tax holiday sambil siapkan proyeknya. Karena terrnyata persepsi investasi itu lebih ke kepastian politik, hukum dan makroekonomi,” ujar Yustinus pada acara media gathering Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan di Malang, Kamis (13/10).

Ia memaparkan, dari target dana repatriasi yang ditetapkan Rp 1.000 triliun, bisa dibagi dua masing-masing Rp 500 triliun dari luar dan di dalam negeri lewat back to back loan. Ini, kata Yustinus juga sejalan dengan estimasi Bank Indonesia (BI) yang secara moderat menyebut dana repatriasi Rp 500 triliun itu bisa tercapai.

“Indikasi bahwa angka dana repatriasi Rp 500 triliun itu bisa dicapai adalah adanya deklarasi aset setara kas dan instrumen berharga yang mencapai Rp 700 triliun,” ungkap Yustinus.

Tantangan lain yang harus dihadapi untuk meningkatkan repatriasi aset, menurut dia, adalah sinergi kelembagaan/ sektoral baik badan usaha milik negra (BUMN), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) maupun pemerintah daerah (pemda).

“Misalnya pemda sebagai pemilik teritori tujuan investasi mereka belum proaktif mendekati investor. Kedua, kebijakan moneter yang perlu disinergikan mengingat kewenangannya di luar menkeu bahkan presiden. Ini perlu diharmonisasi juga,” kata Yustinus.

Ia memberi contoh UU Lalu Lintas Devisa yang sampai saat ini dinilai masih akan sulit untuk menjamin dana repatriasi akan bertahan (stay) di dalam negeri. Fakta penting lainnya belum ada dana repatriasi dari Swiss karena mungkin ini masih dianggap terkait The Financial Action Task Force (FATF).

“Menkeu saya dengar sudah melobi agar dana dari Swiss ini tidak dianggap terkait FTAT sehingga bisa direpatriasi. Saya juga pernah dengar pengusaha siap merepatriasi dana hingga Rp 150 triliun dari Swiss,” kata Yustinus
Pada kesempatan yang sama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menyatakan, pemerintah siap merelaksasi sejumlah aturan pelaksana amnesti pajak untuk mendongkrak jumlah repatriasi modal yang masih minim.

Seperti ditunjukkan oleh perhatian menteri keuangan dan presiden selama ini, repatriasi aset menjadi salah satu prioritas pemerintah. Pihaknya terbuka terhadap semua masukan dari dunia usaha demi suksesnya prioritas tersebut.

Menurut dia, pemerintah telah memfasilitasi repatriasi aset dari semula hanya bisa dialirkan ke sektor finansial, diperluas ke sektor riil. Bank gateway dan WP juga diberi fleksibilitas dalam kewajiban melaporkan aktivitas investasinya menjadi satu tahun sekali dan bisa disatukan dalam pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT).

Pada periode pertama yang lalu, kata Hestu, tantangan yang muncul adalah dibutuhkan proses menghitung aset ratusan perusahaan dalam waktu yang terbatas, yaitu hanya tiga bulan. Kemudian, pengusaha dipastikan juga memiliki perhitungan bisnis sendiri terhadap pilihan-pilihan yang ada.


“Kalau direpatriasi duit-nya mau diapain misalnya. Tinggal kami dari sisi aturan mungkin perlu ditambahkan atau memberi insentif. Intinya pemerintah terbuka terhadap masukan dari dunia usaha. Kalau ada hal yang menghambat, sepanjang usulan itu masih dalam koridor UU Amnesti Pajak kami siap fasilitasi,” kata Hestu. (*)

Beritasatu 14/10

Related

Terkini 5562185456927761823
Powered by Investing.com

TELEGRAM SAHAMPEMENANG

SAHAMPEMENANG PREMIUM

CNN Indonesia | Berita Ekonomi

Suara.com - Berita Terbaru Bisnis

Finansial - ANTARA News

okezone bisnis

Ekonomi - VoA

BUMN Untuk Indonesia - ANTARA News

Tempo Bisnis

Liputan Ekonomi VOA

Bursa - ANTARA News

Bisnis - ANTARA News

Ekonomi - ANTARA News

Berita Terkini - ANTARA News


item